Malioboro Yogyakarta dan Tunjungan Surabaya
Kerumunan Jalan Malioboro pada malam hari membuat siapapun terkesan. Dari turis asing, turis lokal maupun warga lokal. Bisa juga delman yang menunggu penumpang, pasti merasa terkesan walaupun hampir setiap hari menjajaki Jalan Malioboro. Sayang kuda-kuda itu harus bersanding dengan motor dan scooter listrik yang disewa lebih murah. Jika menyusuri jalan kita bisa melihat banyak toko dikedua sisi jalan, dari warung kopi mahal bermerk seperti Starbucks maupun warung kopi yang menjual kopi jos, banyak juga toko batik luxury yang menyajikan pelayanan ekstra dengan kualitas batik premium dan toko batik sederhana yang menyajikan produk yang tak kalah bagus dengan harga yang miring. Tapi ini bukan tentang Delman yang bersaing dengan scooter listrik ataupun perasaan yang dirasakan oleh orang-orang yang melintasi Jalan Malioboro. Ini tentang perasaan aneh yang kurasakan semenjak kepergian Puan. Kehampaan. Barangkali lima tahun yang lalu aku menjajaki Jalan Malioboro bersama teman SMA, berkhayal akan kesini lagi dengan suasana yang berbeda bersama seseorang yang ku cintai. Tapi pada kenyataanya aku hanya bisa menyusuri jalan ini sendirian, benar-benar tidak ada Puan bersamaku yang mendampingiku menyusuri trotoar ini. Perasaan yang mungkin dapat menggambarkan perasaan yang kurasakan saat ini kayak, “Jancok kehidupan taek a iki roso e koyok wong goblok mlaku dw an nggawe jaket Maternal mbek kaos Totaljerk nyawangi wong wong lalu lalang karo nyawangi wong gendaan su asu”. Setelah merasakan perasaan aneh itu, timbul pula perasaan aneh lainnya. Seperti “ pu ayo jalan jalan ke Malioboro, kitakan udah punya rencana buat liburan ke Jogja. Kita lo udah pernah jalan-jalan di Siola ayo po o kita jalan-jalan di Malioboro. Gak uenak pu kehidupan iki”. Sama seperti yang lalu-lalu aku hanya bisa berkhayal, dan sampai sekarangpun aku masih tetap berkhayal. Berangan-angan aku dapat mendapatkan memori indah menyusuri Jalan Malioboro dengan menggenggam chattime ditangan kita sama seperti saat kita menyusuri Jalan Tunjungan dengan menggenggam Streetboba diatas terik matahari. Ingin rasanya waktu mendengarkan lagu Sesuatu Di Jogja terbayang kenanganku bersama Puan di kota Yogyakarta ini. Sekali lagi ini bukan cerita tentang aku yang sedang merasakan perasaan aneh, ini cerita tentang aku bersama Puan yang sedang menyusuri Jalan Malioboro.
Yogyakarta, 7 Februari 2024